Jumat, 23 Agustus 2013

Sejarah Ayam Bangkok



Sejarah Ayam Bangkok Ayam bangkok pertama kali dikenal di Cina pada 1400 SM. Ayam jenis ini selalu dikaitkan dengan kegiatan sabung ayam (adu ayam). Lama-kelamaan kegiatan sabung ayam makin meluas pada pencarian bibit-bibit petarung yang andal. Pada masa itu, bangsa Cina berhasil mengawinsilangkan ayam kampung mereka dengan beragam jenis ayam jago dari India, Vietnam, Myanmar, Thailand dan Laos. Para pencari bibit itu berusaha mendapat ayam yang sanggup meng-KO lawan cuma dengan satu kali tendangan. Menurut catatan, sekitar seabad lalu, orang-orang Thailand berhasil menemukan jagoan baru yang disebut king’s chicken. Ayam ini punya gerakan cepat, pukulan yang mematikan dan saat bertarung otaknya jalan. Para penyabung ayam dari Cina menyebut ayam ini: leung hang qhao. Kalau di negeri sendiri, ia dikenal sebagai ayam bangkok. Asal tahu saja, jagoan baru itu sukses menumbangkan hampir semua ayam domestik di Cina. Inilah yang mendorong orang-orang di Cina menjelajahi hutan hanya untuk mencari ayam asli yang akan disilangkan dengan ayam bangkok tadi. Harapannya, ayam silangan ini sanggup menumbangkan keperkasaan jago dari Thailand itu. Konon, pada era enam puluhan di Laos nongol sebuah strain baru ayam aduan yang sanggup menyaingi kedigdayaan ayam bangkok. Namun setelah terjadi kawin silang yang terus-menerus maka nyaris tak diketahui lagi perbedaan antara ayam aduan dari Laos dengan ayam bangkok dari Thailand. Thailand memang tak perlu diragukan lagi sebagai negara penghasil ayam bangkok unggul. Malahan sektor ini sudah diakui sebagai penambah devisa negeri gajah putih tersebut. Dari Thailand bisnis ayam aduan ini tak hanya merambah kawasan Asia Tenggara saja, namun meluas ke Meksiko, Inggris dan Amerika Serikat. Ada kebiasaan yang berbeda antara sabung ayam di Thailand dan negara kita. Di Thailand, ayam yang bertarung tak diperbolehkan memakai taji atau jalu. Alhasil, ayam yang diadu itu jarang ada yang sampai mati. Kebalikannya di Indonesia, ayam aduan itu justru dibekali taji yang tajam. Taji justru menjadi senjata pembunuh lawan di arena. Di Indonesia, hobi mengadu ayam sudah lama dikenal, kira-kira sejak dari zaman Kerajaan Majapahit. Kita juga mengenal beberapa cerita rakyat yang melegenda soal adu ayam ini, seperti cerita Ciung Wanara, Kamandaka dan Cindelaras. Cerita rakyat itu berkaitan erat dengan kisah sejarah dan petuah yang disampaikan secara turun-temurun.Kota Tuban, Jawa Timur diyakini sebagai kota yang berperan dalam perkembangan ayam aduan. Di sini, ayam bangkok pertama kali diperkenalkan di negara kita. Tak ada keterangan yang bisa menyebutkan perihal siapa yang pertama kali mengintroduksi ayam bangkok dari Thailand. Sebetulnya, jenis ayam aduan dari dalam negeri (lokal) tak kalah beragam, seperti ayam wareng (Madura) dan ayam kinantan (Sumatra). Namun ayam-ayam itu belum mampu untuk menyaingi kedigdayaan ayam bangkok.


Bagi hobiis ayam aduan yang sudah berpengalaman tampaknya tidak mau meninggalkan katurangga (anatomi) dalam memilih jagoan yang dapat dihandalkan. Tentu saja beberapa katurangga bisa untuk mendeteksi kelebihan yang dimiliki ayam tersebut, salah satu contoh untuk mendeteksi nyali bisa dilihat dari jenggernya.Hampir setiap ayam jago memiliki jengger, namun jengger yang ada cukup bervariasi bentuknya, ada yang lebar, halus, kasar, bentuk bunga (mawar), nyumber dan lain sebagainya. Dari bentuk-bentuk yang ada dipercaya bentuk jengger yang blangkon (seperti topi jawa : red) memiliki mental yang cukup bagus. Bentuk jengger blangkon ini memiliki ujung jengger yang bagian belakang lebih panjang dari yang menempel di kepala, namun sampai ujung masih kelihatan seolah-olah menempel di kepala. Tidak hanya itu, jengger blangkon yang dinilai memiliki mental yang bagus juga harus lentur, tidak kaku meskipun bentuk jenggernya besar. Tentang motifnya bisa rata atau berbentuk bunga tidak masalah, hanya saja kalau rata besar terkadang sulit dipatuk lawan sementara jengger yang kecil atau berbentuk bunga lebih mudah diambil lawan.Ayam yang memiliki jengger blangkon kebanyakan tidak mudah menyerah, meskipun sudah terluka parah. Bahkan sering kali meskipun sudah tidak berdaya masih diam tidak mau menyerah (keok). Tentu saja ayam yang demikian sangat bagus jika diimbangi dengan tehnik dan pukulan yang istimewa. Kelenturan jengger ini juga menjadi acuan untuk memilih ayam aduan, kebanyakan jengger lentur dan halus memiliki keberanian yang luar biasa, selain itu juga tidak mudah terluka baik akibat patukan, pukulan maupun jalu. Bahkan kalaupun sempat berdarah jengger yang lentur biasanya lebih cepat berhenti dibanding dengan jengger yang keras.Berbeda dengan jengger yang bagian belakang yang langsung tegak lurus dengan bagian jengger yang menempel di kepala, biasanya mentalnya sangat jelek. Kondisi ini sangat mengkhawatirkan saat turun di kalangan, bisa saja pukulan tidak terlalu telak, namun sudah merasa kesakitan sehingga membuatnya cepat kabur. Bentuk ayam yang demikian sering membuat kecewa pemiliknya, kadang bisa saja saat itu ayam masih kondisi unggul, karena memang memiliki tehnik dan pukulan yang bagus.