Rabu, 18 September 2013

STRAIN HARDENING

Kenaikan kekuatan akibat pembebanan, terjadi karena pergerakan dislokasi dalam logam. Terjadi antara beban yield sampai beban maksimum.
Dirumuskan sebagai :
σs = k s n
dimana:
k = koefisien kekuatan pada εs = 1
n = strain hardening eksponen
n=1 untuk material solid elastic
n=0 untuk material solid plastis sempurna
Perlu diperhatikan bahwa laju strain hardening tidak sama dengan strain hardening eksponen.
Dari gambar dibawah ini dapat ditentukan harga n dan k dengan meregresi linier daerah plastik, sehingga diperoleh persamaan :
y = 0.0713.x + 5.1577                         σ =143780.5ε 0.0713
Dimana,
n = 0.0713
log k = 5.1577
k = 143780.5
Strain hardening eksponen (n) menunjukkan bagaimana kelakuan material/logam ketika dibentuk Material dengan harga n yang besar mempunyai formability yang lebih baik dibandingkan material dengan harga n yang kecil.
A = 0% cold work or 0 true strain
¼ H = 10.9% cold work or 0.116 true strain
½ H = 20.7% cold work or 0.232 true strain
H = 29.4% cold work or 0.347 true strain


As metals work harden

High strength tempers
Low strength
tempers
Capacity for strain hardening has already been used
High
Low
Remaining capacity for
Work hardening
Low
High
Formability
Low
High
n values
Low
High



Yield strength
High
Low
k value
High
Low



PROSES PELUNAKAN PADA PENGERJAAN PANAS
Aniliasi ( pelunakan ) coran dilakukan dengan memanaskanya sampai temperatur yang cukup tinggi kemudian didinginkan perlahan-lahan dalam tungku yang dipakai untuk melunakan. Dalam proses anealing baja harus dipanaskan melalui suhu pengkristalan kembali untuk membebaskan tegangan–tegangan dalam baja.Kemudian mempertahankan pemanasanya pada suhu tinggi untuk membuat sedikit pertumbuhan butir–butiran dan suatu struktur austenit,seterusnya didinginkan secara perlahan-lahan untuk membuat suatu struktur perlit.Baja menjadi cukup lunak sehingga dapat dikerjakan dengan mesin.Baja anil kurang keuletanya dibandingkan dengan hasil laku panas lainya akan tetapi baja anil membentuk geram yang baik sewaktu pemesinan.
Fenomena superplastisitas pada material logam paduan ( alloy ) telah menarik banyak perhatian para peneliti material dan komunitas industri selama 30 tahun terakhir, setelah sebelumnya, fenomena superplastisitas ini diamati oleh Pearson pada tahun 1934. Bahkan pada saat ini, sifat superplastisitas telah dipelajari pada berbagai material, seperti: material intermetalik, keramik dan komposit matriks metal ( metal matrix composites ).
Superplastisitas adalah fenomena yang terjadi pada suatu bahan, dimana pada kondisi tertentu, yaitu pada laju regangan dan temperatur tertentu, bahan tersebut dapat memperlihatkan keuletan atau deformasi perpanjangan yang sangat tinggi. Fenomena ini pada awalnya ditemukan pada material gelas pada saat dipanaskan, dimana material gelas pada kondisi panas tersebut dapat mengalami perpanjangan yang cukup besar tanpa putus.
Penelitian tentang superplastisitas pada logam paduan mulai dilakukan oleh Pearson pada tahun 1934, yang melaporkan deformasi perpanjangan yang sangat luar biasa, yaitu sebesar 1950% diamati pada logam paduan Bi-Sn.
Sifat superplastisitas yang dapat dibangkitkan pada berbagai logam paduan pada kondisi temperatur dan laju regangan tertentu dapat digunakan untuk proses pembentukan material tersebut kedalam geometri suatu cetakan yang telah ditentukan sebelumnya. Proses pembentukan superplastis atau dalam terminologi Inggris dikenal dengan Superplastic Forming (SPF) dikembangkan untuk dua tujuan utama.
Pertama adalah membentuk komponen yang tunggal tanpa sambungan ( single piece components ), dimana adanya sambungan merupakan titik lemah dan dapat menambah berat komponen. Untuk itu diperlukan material sangat ulet yang dapat dibentuk menjadi komponen rumit tanpa cacat.
Kedua adalah untuk memperoleh hasil proses yang mendekati bentuk akhir ( near net shape components ). Disamping itu, penggunaan teknik penyambungan diffusion bonding (DB) bersamaan dengan superplastic forming (SPF) yang dikenal dengan SPF/DB menawarkan suatu teknik pembentukan yang menghasilkan komponen struktur yang terintegrasi secara utuh, lebih kaku dan sekaligus mendekati bentuk akhir komponen, dengan demikian mengurangi biaya pengerjaan dengan mesin lebih lanjut.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian kekerasan material yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
Struktur-mikro bahan logam paduan Aluminium 7475 setelah mengalami proses pembentukan SPF selama 13,0 menit pada temperatur 515 o Celcius berbentuk equiaxed dengan ukuran yang relatif seragam dari sisi kubah sampai puncak kubah, dimana ukuran butir rata-rata adalah sebesar 15,0 mikron.
Nilai kekerasan Vickers bahan logam paduan Aluminium 7475 setelah mengalami proses pembentukan SPF selama 13,0 menit pada temperatur 515 o Celcius mempunyai nilai yang praktis seragam dari sisi kubah sampai pusat kubah, yaitu rata-rata sebesar 66,65 HVN dibandingkan dengan nilai kekerasan 123,2 HVN sebelum proses pembentukan SPF dilakukan.
Dengan demikian, dibandingkan dengan nilai kekerasan Vickers awal sebelum dilakukan deformasi SPF, diperoleh bahwa telah terjadi penurunan nilai kekerasan Vickers pada logam paduan Aluminium 7475 sebesar 56,55 HVN atau 84,85% setelah proses pembentukan SPF dilakukan. Penurunan nilai kekerasan Vickers ini terjadi karena pada bahan Aluminium 7475 mengalami proses pelunakan ( softening ) selama proses pembentukan SPF dilakukan


Tidak ada komentar:

Posting Komentar